Jangan coba-coba 'nakal' dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Karena Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan akan merancang sebuah sistem yang bisa mendeteksi kepatuhan para wajib pajak dan pegawai di internalnya sendiri.
Sistem ini disebut complain model. Complain model ini, selain bisa mendeteksi kepatuhan wajib pajak dan pegawai pajak, juga bisa mendeteksi budget asset. Selama ini, data dari ketiga hal tersebut dilakukan secara sendiri-sendiri atau terpisah.
Jika data ketiganya tersambung dengan baik, maka bisa dibuat desicion support system terkait dengan kepatuhan wajib pajak. Ini bisa di-link-kan dengan human resources dan management support system. Dengan demikian, pimpinan Ditjen Pajak dan manajemen bisa mendeteksi seluruh kepatuhan wajib pajak, pegawai, dan aset yang dimiliki Ditjen Pajak.
"Dan yang sekarang aset yang paling penting decision support system, SOP, regulasi dan registration. Kalau kita bisa mendeteksi performance pegawai untuk meningkatkan perpajakan, sehingga organisasi Ditjen Pajak menjadi efisien dan efektif," kata Direktur Teknologi Informasi Perpajakan, Iwan Djuniardi.
Jika ini berjalan dengan baik, institusi Ditjen Pajak menjadi organisasi yang berhasil 'disetir' dengan sistem IT yang memadai yang bisa disamakan dengan institusi-institusi di negara-negara maju. Perancangan complain model ini juga dilakukan Ditjen Pajak bekerja sama dengan instansi lain untuk mengumpulkan data sebanyak mungkin terkait informasi wajib pajak. Dan ini menjadi kunci pokok terlaksananya sistem dengan baik karena ini merupakan salah satu data atau kunci saat wajib pajak melakukan komplain terhadap perpajakan.
"Kami sedang berusaha selalu meningkatkan kualitas informasi dan kualitas layanan operasional. Ke depan kami hendak mencoba buat complain model ini. Dengan ini wajib pajak bisa terdeteksi apakah dia mempunyai risiko tinggi dengan potensi tinggi atau dia mempunyai risiko rendah termasuk juga kepatuhannya," ujarnya.
Kalau sistem IT ini bisa mendeteksi tingkat kepatuhan wajib pajak, unit operasional di Ditjen Pajak akan bisa lebih efisien dan efektif dalam mengalokasikan sumber daya manusia (SDM) yang ada. Karena sekarang ini, SDM di Ditjen Pajak masih jauh dari cukup, apabila dibandingkan dengan di negara lain yang sudah baik melaksanakan perpajakannya.
"Seperti di Jerman dengan 80 juta jiwa, itu jumlah tax payernya 80 juta wajib pajak, dengan jumlah pegawai ada 100 ribu. Di Jepang ada 80 juta wajib pajak, jumlah pegawainya 50 ribu. Nah, di Indonesia 260 juta jiwa, pegawai pajak hanya 31 ribu," jelasnya.
Dari data tersebut, dapat dilihat sistem informasi akan menjadi semakin penting karena jumlah SDM di Ditjen Pajak belum mampu melayani dan mengawasi semua potensi yang ada di masyarakat karena banyaknya masyarakat Indonesia dan jumlah fiskus yang masih kurang.
"Sehingga dengan adanya complain model seperti ini bahwa alokasi sumber daya manusia semakin efektif," harapnya.
Jika seluruh data para wajib pajak, pegawai dan aset sudah tersambung, maka akan menjadi pengetahuan yang disebut Knowledge Information Management System (KIM). Jika KIM ini sudah terkumpul dari para senior, peneliti, pemeriksa, dan account representatif, maka akan menentukan arah proses bisnis Ditjen Pajak.
"Karena semua informasi masuk ke sistem itu. Keputusan yang dibuat berdasarkan pertimbangan juga record dalam sistem itu akan menjadi hal luar biasa dalam Ditjen Pajak," ungkapnya.
Yakin jika rancangan ini dijalankan dengan istiqomah, maka Ditjen Pajak bisa menjadi organisasi yang dihormati dan institusi yang bisa dihandalkan untuk menunjang keuangan negara.
"Tentu saja disamping untuk memberikan keadilan bagi wajib pajak dan masyarakat Indonesia," harapnya.
Sumber
Download Video ABG Telanjang
0 komentar:
Posting Komentar