Komite Pengawas Bensin Bertimbal (KPBB) menilai pemerintah dan PT Pertamina (Persero) tidak transparan dalam menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Sebab, harga jual premium dan solar disamakan dengan standar internasional, padahal tidak memiliki kualitas yang setara.
Koordinator KPBB Ahmad Safrudin menyatakan kualitas premium dan solar Indonesia sangat buruk. Sejak 2005, kandungan timbal BBM di Indonesia sangat tinggi, di atas negara Asia Pasifik lain.
"Kualitas BBM kita sangat buruk, kadar belerang tinggi, bisa merusak mesin. Jadi kalau kita gunakan BBM jelek, imbas lainnya kualitas udara buruk. Sejak 2005 sampai sekarang tidak berubah," ujarnya dalam diskusi di Balai Kartini, Jakarta, Jumat (28/6).
Premium di Tanah Air adalah RON 88, sementara solar kualitas 48. Sementara, di luar negeri mayoritas negara kini menggunakan premium RON 92. Lucunya, menurut Ahmad, sejak 2007, pemerintah meratifikasi aturan yang memaksa industri otomotif menggunakan mesin euro 2 yang tidak boleh menggunakan bahan bakar bertimbal.
Karena itu, Ahmad mengaku heran mengapa pejabat Kementerian Keuangan dan Pertamina berkali-kali membandingkan harga BBM dan menyebutnya lebih murah dari negara lain. Padahal, kualitas oktannya lebih tinggi.
"Misalnya di Singapura, Amerika, atau Malaysia, memang harganya lebih mahal, tapi negara lain jangan dilupakan, punya kualitas lebih tinggi. Sebaliknya, premium dan solar kita dalam piagam kualitas bahan bakar dunia tidak lulus kategori 1. Sehingga BBM subsidi kita tidak bisa dibandingkan," kata Ahmad.
Dengan kualitas BBM buruk, KPBB curiga mengapa harga jualnya disamakan dengan standar harga dunia, seperti indeks harga minyak Singapura (MOPS). Ahmad mendesak pemerintah membeberkan dulu biaya produksi premium. Baru kenaikan harga BBM boleh dilakukan.
Pasalnya ada indikasi pemberian subsidi pemerintah selama ini tidak murni untuk kepentingan rakyat, melainkan semata mendongkrak profit margin Pertamina. Terbukti, pemerintah membiarkan konsumen menggunakan BBM berkualitas buruk.
"Kalau pemerintah ingin menetapkan BBM subsidi, lebih baik berdasarkan harga pokok produksinya, bukan berdasarkan harga internasional. Jika itu dilakukan kita akan menemukan biaya riil BBM yang pantas dibayar masyarakat," jelasnya.
Sumber
Download Video ABG Telanjang
0 komentar:
Posting Komentar